Friday, December 9, 2016

Memahami sudut pandang ekonomi dalam penilaian suatu pohon


Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan konsep penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan di muka, langkah pertama untuk untuk memperoleh nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam hubungannya dengan sosial budaya masyarakat (Nurfatriani 2007).
Nilai (harga) sumberdaya hutan berkaitan dengan fungsinya bagi pemenuhan kebutuhan baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang atau individu tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antara masyarakat yang berbeda (Field dan Martha 2002).
Sebuah pohon bagi seorang produsen (pemilik kayu) dan konsumen (pembeli kayu), memiliki arti yang berbeda. Bagi seorang produsen pohon tidak hanya sebagai sebuah komoditi yang bisa dijual tetapi juga sebuah modal dalam bentuk persediaan kayu (capital growing stock), sehingga produsen akan menilai pohon tersebut sebagai produk yang dapat dihasilkan/dipanen saat ini dan yang akan datang, sehingga produsen akan menghitung nilai pohon tersebut sebagai nilai pohon yang akan diperoleh ketika masak tebang dikurangi denga biaya pengelolaan hutan yang dihitung saat ini. Sedangkan bagi seorang konsumen, pohon merupakan sebuah bahan mentah untuk kegiatan produksinya. Konsumen menghitung nilai pohon berdasarkan besarnya nilai produk yang dihasilkan oleh satu pohon tersebut dikurangi dengan biaya pemanenan pengolahan dan distibusi pasar.Terdapat dua prosedur yang dapat digunakan dalam penilaian tiap individu pohon yaitu:
1. Pohon secara keseluruhan sebagai unit perhitungan dasar, dimana pohon berdiri diklasifikasikan menurut: bentuk, rata-rata kualitas log, percabangan, dan faktor-faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi nilai. Hasil penilaian berupa nilai per unit pohon menurut: ukuran, jenis pohon, dan kualitas pohon secara keseluruhan.
2. Mengidentifikasi satu per satu log yang dapat diperoleh dalam suatu pohon, dan hasilnya adalah nilai log menurut ukuran dan kualitasnya.
Penilaian pohon dapat diartikan sebagai kegiatan yang menilai satu buah batang pohon yang berdiri dalam suatu tegakan. Pandangan lain dari sebagian orang biasanya menilai sebuah pohon saat pohon tersebut telah ditebang dan berubah kedalam bentuk lain seperti balok kayu, kayu lapis, furniture dan lain-lain sesuai peruntukannya. Pandangan berbeda lainnya juga terjadi pada produsen dan konsumen. Produsen (pemilik kayu) menilai pohon sebagai produk yang dapat dipanen baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu maka produsen akan menghitung nilai pohon tersebut sebagai nilai pohon yang diperoleh saat di panen dengan dikurangi biaya pengelolaannya. Sedangkan bagi konsumen (pembeli kayu) pohon dinilai sebagai bahan baku industri. Menurut konsumen nilai pohon dihitung berdasarkan nilai produk yang dihasilkan dikurangi biaya pemenenan, pengolahan dan distribusi pasarnya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam menilai sebuah pohon yaitu penilaian pohon secara langsung dan penilaian atas dasar kayu bulat (logs). Penilaian pohon secara keseluruhan adalah penilaian pohon atas dasar pohon sebagai unit pohon berdiri yang diklasifikasikan menurut bentuk (seperti angka bentuk), diameter, percabangan dan lain-lain. Penilaiannya lebih bersifat teknis karena nilai pohon yang diperoleh adalah nilai pohon hasil pengukuran dan berdasarkan kepada perhitungan volume, kualitas tumbuh, ukuran dan faktor- faktor yang mempengaruhinya.
Penilaian pohon berdasarkan atas metode kayu bulat adalah menilai pohon berdasarkan nilai setiap sortimen kayu yang dihasilkan. Perhitungan dengan metode ini memiliki ketelitian yang cukup tinggi. Nilai pohon dihitung dari nilai produk yang dihasilkan, sehingga dalam penilaian ini kita akan berhitung kebelakang, dengan memperhatikan setiap step yang dilalui untuk menghasilkan produk dengan ukuran tertentu (dari produk yang dihasilkan sampai kepada nilai pohon berdiri ketika belum ditebang).Secara umum perhitungan yang digunakan dalam metode ini adalah perhitungan menggunakan metode nilai sisa turunan.Contoh kasus yang biasa dihitung adalah nilai pohon untuk produk kayu gergajian. Dalam metode ini terdapat empat tahapan penilaian pohon, yaitu:
Penentuan nilai kayu gergajian

Sejumlah n sortimen degan kualitas tertentu digergaji dan menghasilkan meter kubik kayu gergajian dengan kualitas tertentu. Untuk menghitung nilai ini diperlukan informasi: Harga jual kayu gergajian berdasarkan kualitas/dimensi (Rp/m 3 ) dan distribusi kualitas kayu gergajian (%). Nilai kayu gergajian adalah jumlah dari hasil perkalian antara distribusi kualitas kayu gergajian (%) dengan harga jual kayu gergajian untuk setiap kualitas kayu gergajian.
Penentuan nilai kayu bulat skala pabrik

Nilai ini diperoleh dari nilai kayu gergajian yang dihasilkan dari diameter dan kualitas tertentu (hasil perhitungan tahap pertama) dikurangi dengan biaya penggergajian dan biaya yang dikeluarkan di lumber yard.
Penentuan nilai kayu bulat skala log

Penentuan nilai ini diperoleh dari nilai kayu bulat skala pabrik dikalikan dengan rendemen, sehingga akan diperoleh nilai kayu bulat skala log (m 3 kayu gergajian).
Penentuan nilai pohon

Pada tahapan diatas nilai yang diperoleh masih dalam satuan m 3 kayu gergajian sehingga untuk memperoleh nilai kayu bulat dalam bentuk pohon berdiri perlu dilakukan perhitungan secara convertion return, yaitu nilai kayu bulat skala log kayu gergajian dikurangi dengan biaya pemanenan total dan akan diperoleh nilai log kayu bulat. Selanjutnya nilai pohon berdiri diperoleh dari hasil perkalian anatar convertion return dengan penduga volume kayu gergajian yang dihasilkan.Jadi sesungguhnya harga jual kayu merupakan nilai pohon tidak dalam arti sebenarnya atau merupakan hasil dari pendugaan secara kirologi.
Efisiensi pemanfaatan kayu yang ada dalam hutan dapat tercapai apabila potensi kayu yang ada dimanfaatkan utuk berbagai macam penggunaan kayu terbaik yang memungkinkan, yang pada akhirnya dapat memberikan nilai yang optimal. Selama ini, penentuan royalti oleh pemerintah dilakukan pada saat kayu berada di TPK. Akibatnya, jenis-jenis kayu yang tidak laku dipasaran dan potongan-potongan kayu yang tersisa ditinggal begitu saja di lapangan. Selain menghasilkan limbah, perusahaan juga mengalami kerugian karna potensi hutan tidak termanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2000, Wiene Andriyana melakukan penelitan untuk menduga volume optimal pohon dengan metode inventarisasi kualitas. Dengan mengetahui peruntukan dari masing-masing seksi pada saat pohon berdiri, maka tindakan penilaian pohon pun akan semakin mudah. Untuk kondisi pohon yang baik (batang lurus, banir rendah, serta tidak banyak mata kayu busuk) maka sebaran potensi pohon ialah sebanyak 75,87% dari volume total pohon dapat dimanfaatkan untuk kayu lapis, 23,25% untuk kayu gergajian, dan 0,88% untuk kayu serpihan (chipwood). (Andriyana 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Andriyana W. 2000. Penyusunan model penduga volume batang optimal pohon berdiri dengan teknik inventarisasi kualitas ( studi kasus untuk jenis Mangifera foetida di areal kerja hph pt. asialog provinsi jambi. [skripsi]. Bogor  (ID): Institut Pertanian Bogor.
Field BC dan Martha KF. 2002. Environmental Economics. New York (USA): Mc Graww-Hill Companies, Inc.
Nurfatriani F. 2007. Manfaat hidrologis hutan di hulu DAS Citarum sebagai jasa lingkungan bernilai ekonomi.