Akhirnya, Presiden Tunjuk Heru Prasetyo Pimpin Badan REDD+
Setelah lebih dari tiga bulan terbentuk, akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menunjuk Heru Prasetyo, sebagai Ketua Badan Pengelola REDD+ lewat Kepres tertanggal 12 Desember 2013. Saat ini, Heru menjabat deputi I UKP4. Sejak 2010, dia aktif menjadi sekretaris dan anggota Satgas REDD+.
Heru pernah memiliki peran penting dalam mengelola dana bantuan asing saat menjabat sebagai direktur Hubungan Internasional Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias 2005-2009. Tingkat efektivitas penyerapan BRR diakui dunia dengan hasil melebihi ekspektasi.
Dia memiliki pengalaman sektor swasta yang luas, saat bekerja sebagai konsultan selama lebih 15 tahun, dan menjabat sebagai Country Managing Director Accenture untuk Indonesia pada periode 1974-2002.
Kini, menjabat kepala Badan REDD+, dia bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dia mempunyai tugas membantu Presiden dalam tugas koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan serta pengendalian REDD+ di Indonesia. Badan REDD+ ini, mengemban tugas menurunkan laju deforestasi dan memperbaharui tata kelola serta transparansi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Heru Prasetyo, mengatakan, Badan REDD+ bertujuan memperjelas kedudukan dan pelaksanaan pemanfaatan dan kepemilikan hutan. Badan REDD+, katanya, harus segera bergerak maju dengan kecepatan penuh demi kepentingan Indonesia dan seluruh bumi.
Dia berharap, dengan ada badan ini, Indonesia jauh lebih baik mengendalikan emisi karbon dari pemanfaatan lahan. “Dengan menyusun dan mempraktikan sistem yang mampu mengukur dan melaporkan pengurangan emisi secara akurat dan dapat diverifikasi. Jadi, kita dapat mengatakan telah menurunkan emisi dan menyelamatkan hutan dan lahan gambut,” katanya, dalam rilis kepada media di Jakarta, Jumat (20/12/13).
Persiapan pembentukan Badan Pengelola REDD+ melibatkan sedikitnya 18 kementerian dan lembaga serta 11 pemerintah provinsi dan kabupaten. Badan ini merupakan komponen kunci dalam mengawali fase kedua dari surat niat yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Norwegia.
Fase pertama kerjasama Indonesia dan Norwegia ini untuk mempersiapkan kelembagaan REDD+ di Indonesia. Termasuk, seluruh instrumen dan kapasitas bagi kelembagaan ini dalam menjalankan berbagai inisiatif REDD+. Kegiatan fase pertama dilaksanakan Satgas REDD+ yang menghasilkan antara lain, strategi nasional, dan instrumen pendanaan dan komponen pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV).
Kementerian Lingkungan Norwegia menyambut baik penunjukan Heru Prasetyo menjadi kepala Badan REDD+. Dari pernyataan resmi yang dikirim Kedutaan Norwegia di Indonesia, menyebutkan, langkah ini merupakan gerakan bersejarah dari Pemerintah Indonesia yang akan menyelamatkan hutan tropis ketiga terbesar dunia.
Penunjukan Heru ini, merupakan kemajuan penting bagi Indonesia, dalam kebijakan kehutanan, dan menunjukkan komitmen untuk transparan, dan menerapkan pendekatan keberlanjutan dalam melestarian hutan negeri ini.
Kini, Indonesia memiliki peralatan lengkap untuk mengambil tempat sebagai pemimpin global dalam perlindungan alam, dan hutan tropis, yang berperan penting dalam perang melawan perubahan iklim.
Penunjukan ini juga kemajuan dari perjanjian deforestasi global yang didorong pada menit-menit terakhir dalam pembahasan perubahan iklim global di Warsawa, Polandia, November 2013. Terobosan REDD+ ini, membuka jalan bagi negara-negara maju buat menyalurkan miliaran dolar dana perlindungan hutan ke Indonesia, Kongo, dan negara-negara berkembang lain yang memiliki hutan tropis.
H.E Stig Traavik, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia mengatakan, Norwegia sudah mendukung penanganan deforestasi sejak 2010 dan senang melihat kemajuan positif serta keseriusan Indonesia dalam melanjutkan komitmen. “Kami akan konsisten dan menjadi mitra setia Indonesia.”
RI Siap Jalankan REDD+
Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 mengatakan, Indonesia siap menerapkan REDD+. Tantangan kepala badan ini, adalah mendorong reformasi ke arah kerjasama lintas sektoral. “Ini untuk menjawab tantangan besar menurunkan emisi gas rumah kaca Indonesia dengan paradigma pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.”
Menurut dia, tantangan dunia saat ini mengurangi emisi gas rumah kaca dan deforestasi. “Kalau kita berbicara soal memerangi emisi gas rumah kaca, sektor utama kehutanan.”
Komitmen yang dicanangkan SBY, yang melandasi perubahan arah ekonomi Indonesia menjadi pembangunan ekonomi hijau. “Ini bukan basa-basi. Seluruh cara berpikir harus dibuat sedemikian rupa hingga mencapai apa yang kita harapkan,” ucap Kuntoro.
Untuk itu, kerjasama dengan semua pihak diharapkan termasuk penguatan hak-hak masyarakat adat. Pada level provinsi, Satgas REDD+ sudah melakukan pembanguan kapasistas. Kalimantan Tengah (Kalteng) dipilih sebagai provinsi percontohan. Kalteng juga provinsi pertama yang memulai proses pengakuan wilayah adat melalui perda. “Ini sesuatu yang sangat penting. Ini sekaligus melingkupi berbagai aspek legal untuk mewadahi hak-hak masyarakat adat.”
Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, dalam pertemuan para pihak terkait Badan REDD+ di Jakarta, Kamis (19/12/13) mengatakan, Badan REDD+ ini memang dibentuk terpisah dan mandiri, terutama MRV dan keuangan. “Jadi sangat penting lembaga dipercaya atau tidak. Kami dari Kementerian Kehutanan dari awal memonitoring dan verifikasi termasuk dana. Bersyukur lahir badan REDD+ dan sudah ada kepala,” katanya.
Dengan ada Badan REDD+, Kemenhut merasa diperkuat secara kelembagaan, baik yang melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Menurut Zulkifli, penyusunan Badan REDD+ ini sangat sulit karena ada berbagai kepentingan. Namun, berkat bantuan UKP4 dan negosiasi apik akhirnya persiapan REDD+ selesai. REDD+ dapat memperkuat skema Kemenhut yang selama ini masih mengalami berbagai kendala.
“Melalui REDD+ sebaiknya kita tidak melihat sejarah berapa emisi yang telah dikeluarkan, tetapi melihat potensi di masa depan. Berapa besar sektor kehutanan dan lahan dapat berkontribusi dalam pengurangan emisi global,” ucap Zulkifli.
William Sabandar dari Tim Khusus REDD+ mengatakan, Satgas REDD+ telah bekerja selama tiga tahun yang diakhiri persiapan REDD+ memasuki fase pelaksanaan.
Selama menjalankan tugas, Satgas REDD+ telah menghasilkan banyak kegiatan antara lain, 387 dokumen dalam berbagai bentuk. Program-program yang dihasilkan dapat dikategorikan empat kelompok utama. Pertama, kelompok kelembagaan dan sistem, telah dihasilkan tiga produk utama, lembaga REDD+, instrumen pendanaan dan MRV.
Kedua, strategi dan perencanaan, yang menghasilkan strategi nasional REDD+ didukung rencana aksi nasional REDD+ dan rencana aksi daerah yang dihasilkan 11 provinsi berhutan di Indonesia. Ketiga, pelaksanaan takstis, misal pelaksanaan provinsi percontohan selama 2,5 tahun di Kalteng. Lalu, berbagai kegiatan perencanaan, penyiapan kelembagaan sampai dengan percontohan di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Barito Selatan.
Keempat, strategi pendukung. Database yang dihasilkan bisa diakses oleh publik secara terbuka dan dilengkapi sejumlah website. Pada kesempatan itu, ditandatangani nota kesepahaman sebagai upaya meletakkan dasar-dasar pelaksanaan REDD+ dan disusul semua provinsi. Kali ini dimulai dengan tiga provinsi, yaitu Kalteng, Jambi dan Kalimantan Timur.
Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup, dalam pidato yang dibacakan Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup, Arif Yono mengatakan, Satgas REDD+ telah bekerja dengan sangat baik dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Berbagai hasil Satgas REDD+ ini diharapkan diperkuat setelah terbentuk Badan REDD+. (mongabay)